Nasi Kucing: Ikon Kuliner Sederhana Yogyakarta yang Kaya Sejarah

17 Agu 2024

Nasi kucing, sebuah hidangan sederhana yang telah menjadi ikon kuliner Yogyakarta, menyimpan cerita menarik di balik namanya yang unik. SobatHW, mari kita telusuri lebih dalam tentang asal-usul, sejarah, dan perkembangan nasi kucing ini.

Asal Usul Nama Nasi Kucing

"Istilah nasi kucing muncul pertama kali pada tahun 1980-an," ujar Dr. Rina Dewi, ahli sejarah kuliner dari Universitas Gadjah Mada. Nama ini muncul bukan karena bahannya yang terbuat dari kucing, melainkan karena porsinya yang kecil.

Pak Hendra Wijaya, pemilik angkringan terkenal di Yogyakarta, menjelaskan, "Nasi kucing disebut demikian karena porsinya seolah seperti pemilik kucing yang memberi makan untuk si kucing."

Komposisi dan Penyajian

Nasi kucing terdiri dari satu kepal nasi putih, dengan lauk ikan teri, tempe berbumbu, dan sedikit sambal. "Penyajiannya yang minimalis adalah bagian dari filosofi makanan ini," jelas Ibu Siti Nurhaliza, pakar kuliner tradisional Jawa.

Umumnya, nasi kucing dibungkus dengan daun pisang, meskipun ada juga yang menggunakan kertas cokelat. "Pembungkus daun pisang memberikan aroma khas yang menambah cita rasa nasi kucing," tambah Ibu Nurhaliza.

Sejarah dan Perkembangan

Dr. Bambang Sulistyo, sejarawan dari Universitas Indonesia, menjelaskan, "Nasi kucing mulanya dibuat dengan porsi sedikit untuk menyesuaikan kemampuan beli masyarakat biasa pada zaman dahulu."

Popularitas nasi kucing meningkat pesat pada era reformasi, terutama saat krisis moneter 1998. "Saat itu, nasi kucing menjadi pilihan makanan terjangkau bagi mahasiswa dan masyarakat umum," ungkap Dr. Sulistyo.

Penyebaran Nasi Kucing

Meski awalnya hanya populer di Yogyakarta dan Solo, kini nasi kucing dapat ditemukan di berbagai daerah di Pulau Jawa. "Penyebaran nasi kucing menunjukkan bagaimana makanan sederhana ini telah menjadi bagian dari budaya kuliner Indonesia," kata Prof. Maya Sutedja, antropolog budaya dari Universitas Indonesia.

Nasi Kucing dan Budaya Angkringan

Di Yogyakarta, nasi kucing erat kaitannya dengan budaya angkringan. "Angkringan bukan sekadar tempat makan, tapi juga ruang sosial yang penting," jelas Pak Dedi Supriadi, peneliti budaya urban.

Istilah "angkringan" sendiri berasal dari bahasa Jawa yang berarti "mengangkat kaki sambil duduk", merujuk pada posisi duduk pengunjung di warung-warung kecil ini.

Penutup

Nasi kucing, dengan kesederhanaannya, telah menjadi lebih dari sekadar makanan. Ia adalah cerminan kreativitas kuliner, adaptasi terhadap kondisi ekonomi, dan bagian tak terpisahkan dari budaya urban Yogyakarta.

SobatHW, apakah Anda memiliki pengalaman menarik saat menikmati nasi kucing? Atau mungkin Anda punya varian nasi kucing favorit? Mari berbagi cerita untuk memperkaya pemahaman kita tentang warisan kuliner ini.


Original article: https://hellowayang.com/articles/hellolearn/kenapa-disebut-nasi-kucing

Dapatkan informasi
Budaya Indonesia terkini

Berita Budaya Terkini