Soto Kudus: Semangkuk Toleransi dari Kota Wali
17 Agu 2024
Kudus, 17 Agustus 2024 - Di tengah kekayaan kuliner Nusantara, Soto Kudus hadir bukan hanya sebagai pengisi perut, tetapi juga pembawa pesan toleransi yang menyentuh. Dengan kuah bening, potongan daging, tauge, dan taburan rempah yang menggugah selera, Soto Kudus menyimpan kisah panjang tentang harmoni antar umat beragama di Kota Wali ini.
Keunikan yang Menggugah Selera

"Soto Kudus berbeda dari soto lainnya karena menggunakan daging kerbau, bukan ayam atau sapi," jelas Ibu Siti Mariam, penjual Soto Kudus yang telah berjualan selama tiga dekade. Pilihan daging ini bukan tanpa alasan, melainkan cerminan dari nilai-nilai luhur yang diajarkan oleh Sunan Kudus, salah satu Wali Songo penyebar Islam di Jawa.
Ajaran Toleransi dalam Semangkuk Soto
Dr. Nur Syam, sejarawan dan guru besar UIN Sunan Ampel Surabaya, menjelaskan, "Penggunaan daging kerbau dalam Soto Kudus adalah wujud nyata dari ajaran toleransi Sunan Kudus. Beliau mengajarkan untuk menghormati pemeluk agama Hindu yang menganggap sapi sebagai hewan suci."
Menurut cerita yang berkembang di masyarakat, ketika Sunan Kudus menyebarkan Islam di daerah Kudus pada abad ke-16, beliau melarang pengikutnya untuk menyembelih sapi. Hal ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan terhadap masyarakat setempat yang masih banyak memeluk agama Hindu.
Dari Ajaran Menjadi Tradisi

"Larangan menyembelih sapi ini kemudian menjadi tradisi yang dipegang teguh oleh masyarakat Kudus hingga hari ini," ungkap KH. Ahmad Musta'in, tokoh agama setempat. Bahkan dalam perayaan Idul Adha, masyarakat Kudus lebih memilih untuk menyembelih kerbau daripada sapi.
Tradisi ini kemudian mempengaruhi berbagai aspek kehidupan masyarakat Kudus, termasuk kuliner. Soto Kudus menjadi salah satu bukti nyata bagaimana ajaran toleransi bisa terejawantahkan dalam hidangan sehari-hari.
Cita Rasa yang Tak Terlupakan
Meski menggunakan daging kerbau, cita rasa Soto Kudus tidak kalah dengan soto lainnya. "Kuncinya ada pada proses pengolahan daging dan racikan bumbu yang pas," jelas Chef Haryo Pramoe, pakar kuliner Nusantara. Kuah bening yang gurih, daging kerbau yang empuk, ditambah dengan tauge dan taburan bawang putih goreng serta seledri, menciptakan harmoni rasa yang sulit dilupakan.
Soto Kudus di Era Modern
Di tengah gempuran kuliner modern, Soto Kudus tetap bertahan dan bahkan semakin populer. "Banyak wisatawan yang sengaja datang ke Kudus hanya untuk mencicipi Soto Kudus," ujar Bapak Noor Yasin, Kepala Dinas Pariwisata Kota Kudus. "Ini bukan hanya tentang rasa, tapi juga tentang nilai-nilai yang terkandung di dalamnya."
Penutup
Soto Kudus bukan sekadar hidangan lezat dengan harga terjangkau. Ia adalah wujud nyata bagaimana toleransi dan harmoni antar umat beragama bisa hadir dalam bentuk yang paling sederhana namun bermakna.
"Mari kita nikmati Soto Kudus bukan hanya sebagai pengisi perut, tapi juga sebagai pengingat akan indahnya toleransi," ajak KH. Ahmad Musta'in menutup pembicaraan.
Bagi SobatHW yang berkunjung ke Kudus, jangan lewatkan kesempatan untuk mencicipi Soto Kudus dan merasakan sendiri semangkuk toleransi dari Kota Wali ini.
Original article: https://hellowayang.com/travel/culinary/ajaran-toleransi-di-dalam-semangkuk-hangat-soto-kudus

Dapatkan informasi
Budaya Indonesia terkini
Berita Budaya Terkini